Ticker

6/recent/ticker-posts

Sang Penerus (Jilid 3)

Setelah acara latih tanding yang penuh warna dan cerita di padepokan tebing breksi Ki Satya dan keempat muridnya kembali ke padepokan lereng merapi untuk melanjutkan kehidupan rutin yang dijalanninya. Mereka berlatih ilmu kanuragan setiap hari di bawah bimbingan Ki Satya. Setelah peristiwa di tebing breksi, banyak anak muda yang mendaftarkan diri untuk menjadi murid Ki Satya dan belajar ilmu kanuragan di padepokan lereng merapi. Ki Satya gembira sekali dan semakin bangga dengan keempat murid-muridnya. 

Pada suatu malam Ki Satya memanggil keempat muridnya untuk mengobrol di pendopo padepoka. "Ada apa guru memanggil kami, adakah sesuatu yang penting?" tanya Adinata mewakili keempat adik seperguruannya. "Iya, ada hal penting yang ingin aku bicarakan dengan kalian" jawab Ki Satya. "Anak-anakku semua, terus terang saya sangat bangga dengan kemampuan kalian yang telah lama menimba ilmu disini. Dan dengan semakin banyaknya anak muda yang ingin berguru disini maka aku ingin minta tolong kepada kalian berlima untuk membantuku dalam mendidik murid-murid baru ini. Sanggupkah kalian?" tanya Ki Satya. "Sanggup guru" jawab Adinata, Bhadrika, Nismara, Wilalung dan Indraswari serempak.

"Anak-anakku semua, ketahuilah sebenarnya aku dan Ki Adanu adalah saudara seperguruan. Eyang Jagratara adalah guru kami berdua. Beliau mempunyai beragam ilmu sakti diantaranya adalah tapak geledek dan tendangan halilintar" Ki Satya bercerita panjang lebar. Lalu dimanakah sekarang Eyang Jagratara guru" tanya Bhadrika penasaran. "Itulah yang aku tidak ketahui ngger, terakhir terlihat sekitar sepuluh tahun yang lalu dan kini keberadaannya hilang entah dimana. Sebenarnya beliau masih mempunyai satu ilmu lagi yang sangat terkenal di dunia persilatan, yaitu jurus getar bumi. ilmu ini merupakan gabungan atau kombinasi dari jurus tapak geledek dan tendangan halilintar. Ilmu ini sangat hebat dan ditakuti oleh kalangan dunia hitam. Apalagi jika dimainkan secara berpasangan.

"Lalu siapa sajakah yang telah menguasai jurus getar bumi itu guru?" tanya Adinata. "Setahuku, baru Eyang Jagratara yang menguasai jurus itu, karena untuk menguasai jurus itu ada persyaratan khusus" jawab ki Satya. "Apakah persyaratan khusus itu guru?" tanya Indraswari turut penasaran dengan cerita gurunya. Untuk belajar sendiri syaratnya harus menguasai paling tidak jurus tertinggi dari telapak geledek atau tendangan halilintar. Atau dapat juga dipelajari berpasangan dengan syarat salahsatunya telah menguasai sebagian besar dari jurus getar bumi dan satunya paling tidak telah menguasai sebagian besar dari jurus tapak geledek ataupun jurus tendangan halilintar" jawab Ki Satya panjang lebar. "Lalu siapakah menurut guru diantara kami berlima yang dapat menguasai jurus tersebut guru" tanya Nismara. Ki Satya mengarahkan pandangannya ke Adinata. "Ngger, menurutku kamulah orang yang paling tepat untuk mempelajari ilmu tersebut, karena kamu telah menguasai ilmu tertinggi dari jurus tapak geledek, bahkan mungkin melebihi kemampuanku" kata Ki Satya dengan lembut. "Guru, janganlah terlalu memuji ananda, takutnya ananda jadi besar kepala" jawab Adinata. "Tidak Adinata, aku sudah sangat mengenalmu, kamu punya keluhuran budi dan jiwa yang bersih, aku sangat berharap kamulah yang nanti menjadi penerusku untuk mengangkat nama besar perguruan kita" jawab Ki Satya bersemangat. "Dan aku sangat berharap kamu dapat membimbing adik-adik seperguruanmu ini agar dapat menggapai cita-cita menjadikan perguruan kita menjadi salahsatu perguruan terbaik di bumi mataram. "Terimakasih guru, nasihat guru tentu akan menjadi pegangan dalam hidupku" jawab adinata dengan santun.

"Lalu kepada siapakah ananda harus belajar ilmu itu guru, sedangkan Eyang Jagratara tidak diketahui keberadaaanya sekarang?" tanya Adinata. "Hal itulah yang juga menjadi pertanyaanku, namun sewaktu Angger bertarung dengan Ki Gardapati, kakek lihat kamu sudah menggunakan dasar-dasar dari jurus getar bumi, mungkin itu bisa menjadi petunjuk untuk kamu" jawab Ki Satya. "Ngger, bolehkah kakek bertanya, apakah selama ini kamu berlatih dengan seseorang" tanya Ki Satya penuh selidik. "Iya guru, ananda memang berlatih, namun dengan sepasang harimau merapi dan anaknya yang aku beri nama Si Loreng di pinggir hutan merapi" jawab Adinata panjang lebar. "Oh, pantas tidak salah lagi, sepasang harimau itu adalah hewan kesayangan Eyang Jagratara, dan semoga saja beliau masih hidup, kamu beruntung sekali muridku" kata Ki Satya gembira sekali.

Suatu Sore, Adinata berjalan-jalan ke tepi hutan merapi. Ia kangen sekali dengan si Loreng yang sudah lama ditinggalkannya. Sesampainya di hutan ia memanggil si loreng sahabatnya itu. "Loreng dimana kamu, ini aku Adinata sahabatmu". Tidak berapa lama kemudian muncul Si Loreng dari dalam hutan. Ia berlari dengan riang gembira menghampiri Adinata sambil mengkibas-kibaskan ekornya. Setelah dekat Adinatapun mengusap-usap kepala Si Loreng dengan penuh rasa sayang dan Si Lorengpun membalasnya dengan menggosok-gosokkan badanya di kaki Adinata.

Tidak berapa lama kemudian Si Loreng menarik-narik baju Adinata menuju ke dalam hutan. "Mau kamu ajak aku kemana Loreng?" tanya Adinata. Si Loreng melepaskan tarikan baju Adinata dan terus masuk ke dalam hutan sambil sesekali menoleh ke arah Adinata seolah-olah mengajaknya untuk mengikutinya. Adinatapun paham dengan maksud Si Loreng dan terus mengikutinya hingga masuk jauh ke dalam hutan Merapi. Setelah hampir lima jam berjalan masuk ke dalam hutan sampailah Si Loreng dan Adinata ke sebuah gua dan masuk kedalamnya. Namun ada yang aneh, di tebing goa itu seolah-olah ada gambar jurus silat yang belum dikenalnya. Si Lorengpun memperagakan dirinya seolah-olah sedang bergerak mengikuti jurus demi jurus yang ada pada gambar di tebing tersebut.

Adinatapun tertarik dengan jurus-jurus silat yang ada pada gambar tersebut. Jurus-jurus tersebut seolah-olah rumit namun dengan latar belakang Adinata yang telah menguasai puncak dari ilmu Telapak Geledek, ia dapat mengikuti setiap tahapan dari jurus-jurus tersebut. Di tebing tersebut ada sekitar 10 gambar yang merupakan rangkaian dari satu jurus silat. Setelah mempelajari jurus tersebut Adinatapun kelelahan dan tertidur di tepi tebing. Dan anehnya ketika ia terbangun ia sudah ada dalam bilik kamarnya.

Keesokan harinya ia kembali ke tepi hutan. Lagi-lagi Si Loreng mengajaknya masuk ke dalam hutan menuju ke gua. Dan anehnya di dinding goa, sudah ada tambahan 10 gambar yang merupakan satu rangkain jurus silat lanjutan. Adinatapun langsung mempraktikan semua jurus yang ada dalam gambar didinding goa tersebut. Dan ketika ia tertidur karena kelelahan, lagi-lagi ketika bangun ia sudah ada di kamarnya. Sudah hampir sebulan Adinata mempelajari gambar-demi gambar yang ada pada dinding goa tersebut. Dan entah kenapa, ketika ia memainkan seluruh rangkaian dari jurus silat tersebut, bumi serasa bergetar, meskipun masih lemah.

Sebulan kemudian, ketika Adinata kembali ke goa tersebut, ternyata gambar di dinding goa telah bersih dan berganti dengan gambar yang baru. Hari demi hari Adinata mempelajari setiap gerak yang ada pada jurus yang belum diketahui namanya tersebut, dan setiap ia berlatih dan memainkan jurus tersebut, getaran yang terjadi semakin terasa. Tidak terasa sudah hampir sebulan ia mempelajari rangkaian jurus yang kedua, dan seperti pada rangkaian jurus yang pertama getaran semakin terasa dan semakin kuat.

Hari-demi hari, bulan demi bulan, Adinata terus mempelajari semua jurus yang diperolehnya di dalam gua tersebut hingga tidak terasa sudah 10 bulan purnama dilewatinya. Dan ketika ia memainkan seluruh rangkaian dari jurus yang ada di dalam goa tersebut, terasa getaran bumi yang sangat kuat, bahkan bisa dikatakan seperti gempa bumi, bumi bergetar hebat serasa bergoyang-goyang dengan kuatnya.

Pada suatu hari Adinata seperti biasanya masuk ke dalam goa dan akan mempelajari jurus selanjutnya, namun ternyata sudah tidak ada lagi rangkaian gambar di dalam gua. Dalam hati ia bertanya-tanya, siapa sebenarnya yang telah menggambar jurus itu setiap harinya.

Ketika ia keluar dari gua, tiba-tiba munculah sesosok bayangan kakek tua berbaju putih. Usianya sudah sangat lanjut namun terlihat masih segar bugar. Adinatapun dengan sopan bertanya. "Kakek, apakah kakek yang selama ini menggambar jurus di goa tersebut?". "Iya cucuku, aku yang menggambarnya." jawab kakek berbaju putih tersebut. "Siapakah kakek ini dan kenapa kakek melatihku?" tanya Adinata dengan sopan. "Ketahuilah, aku adalah kakek gurumu, orang-orang biasa memanggilku dengan nama eyang Jagratara" jawab akek tersebut. "Oh, hormat baktiku untuk kakek guru eyang Jagratara" kata Adinata memberi hormat. "Iya cu, ku terima hormat baktimu". Terus terang aku sangat mengagumimu. Kamu bisa belajar dengan cepat, ketahuilah, ilmu yang kamu pelajari adalah Jurus Getar Bumi, dan kamu sudah menyelesaikannya" kata eyang Jagratara. "Terimakasih Eyang, telah bersedia melatih ananda mempelajari jurus yang sangat termasyur di tanam Mataram" kata Adinata dengan sopan. "Iya cucuku, gunakan dengan bijaksana dan jangan digunakan untuk kejahatan" lanjut eyang Jagratara memberi nasihat. "Semua petuah guru akan aku laksanakan" jawab Adinata dengan mantap. "Sekarang kembalilah ke padepokan cucuku, kamu sudah ditunggu Ki Satya di sana, semua orang mengkhawatirkanmu".

Adinata berjalan dengan riang menuju ke padepokan lereng merapi. Namun diperjalanan ia menemukan hal yang aneh. Ada banyak tapak kaki kuda yang menuju ke arah padepokannya. Menyadari hal itu, ia segera berlari dengan cepat menuju ke arah padepokan. Ia khawatir sesuatu yang buruk terjadi di padepokan.

Di Padepokan sendiri sedang terjadi pertempuran yang dashyat. Ki Satya dan murid-muridnya sedang berjuang mati-matian antara hidup dan mati bertarung dengan Ki Gardapati dan anak buahnya. Bhadrika, Nismara, Wilalung dan Indraswari masing-masing telah dikeroyok oleh anak buah Ki Gardapati sedangkan Ki Satya sendiri yang menghadapi pemimpin gerombolan tersebut.

"Ki Satya, mana muridmu Adinata, aku ingin menghajarnya karena telah mempermalukanku di tebing breksi". Rupanya Ki Gardapati memiliki dendam tersendiri terhadap Adinata. "Ia sedang tidak ada di padepokan, lawan saja aku" jawab Ki Satya. "Kurang ajar, dimana kamu sembunyikan muridmu itu he" teriak Ki Gardapati sambil giginya gemeretak menahan amarah.

Ki Gardapatipun tanpa ampun langsung menyerang Ki Satya dengan ganasnya. Ki Satyapun menghadapinya dengan penuh kecemasan. Ternyata saat ini ilmu Ki Gardapati jauh melampaui ilmu Ki Satya, tidak berapa lama Ki Satyapun terdesak hebat. Beberapa pukulan dan tendangan Ki Gardapati mulai mendarat di badan Ki Satya dan membuatnya terluka dalam. Pada satu kesempatan, ketika Ki Satya terkena tendangan Ki Gardapati dan terjatuh tanpa berpikir panjang, Ki Gardapati langsung akan menghabisi Ki Satya dengan jurus andalannya tapak es. Namun tiba-tiba ada seseorang yang berteriak dan berusaha menghentikan pertandingan.

"Berhenti, akulah yang kamu cari Ki Gardapati" kata Adinata setengah berteriak. Ki Gardapati lalu menengok kearah datangnya suara dan setelah tahu siapa yang datang seketika ia menyeringai menakutkan. "Hmm, rupanya kamu berani menunjukkan batang hidungmu anak muda, sudah lama aku ingin menghabisimu karena telah mempermalukanku di tebing breksi" kata Ki Gardapati.

Adinatapun sama sekali tidak takut dengan Ki Gardapati. "Silahkan jika kamu mampu melakukannya Ki Gardapati, namun jika sebaliknya, jangan menyesal karena engkau telah berani melukai guruku dan aku akan menuntut balas" jawab Adinata dengan tenang. "Berhati-hatilah Ngger, ilmu Ki Gardapati sekarang telah meningkat dengan pesat, bahkan akupun sudah tidak ada apa-apanya sekarang" nasihat Ki Satya. "Tenanglah guru, biarlah ananda yang akan menghadapinya" jawab Adinata. Melijhat kepercayaan diri Adinata, Ki Satyapun menjadi tenang. "Iya Ngger, aku percaya dengan kemampuanmu, kamu pasti bisa menghadapinya".

"Sudah, jangan terlalu banyak bacot bocah tengik, terima seranganku" kata Ki Gardapati dengan penuh kemarahan. "Silahkan tuan, saya sudah siap" jawab Adinata dengan penuh percaya diri. Ki Gardapati langsung menyerang Adinata dengan ganasnya. Namun tanpa disadari, ilmu silat adinata sudah jauh melampaui gurunya, Ki Satya. Maka dengan mudahnya adinata menghindari setiap serangan dari Ki Gardapati. 

Adinatapun melawan Ki Gardapati dengan jurusnya Getar Bumi. Jurus getar bumi merupakan perpaduan dari jurus silat tapak geledek dan tendangan halilintar. Setelah berulangkali menghindar dari serangan lawannya, Adinatapun mulai beralih menyerang dengan jurus barunya getar bumi. Dengan kelincahannya ia menyerang lawan dan menghindari setiap serangan lawan dengan cepat. 

Beberapa kali serangan adinata telah mengenai lawannya. Namun karena ia masih menggunakan sedikit kekuatannya, maka setiap serangannya tidak sampai membuat luka dalam. Ki Gardapati kemarahannya sudah sampai ubun-ubun. Ia merasa telah dipermainkan oleh adinata. Dalam kemarahannya ia telah bersiap-siap untuk mengeluarkan jurus pamungkasnya, tapak es.

Ki Gardapati mengambil kuda-kuda. Kedua tangannya direntangkan kemudian telapak tangan terbuka ke atas, seolah-olah sedang mengumpulkan hawa dingin yang ada di padepokan lereng merapi. Tidak berapa lama kemudian hawa yang sangat dingin seperti es sudah menyelimuti seluruh lingkungan padepokan lereng merapi. Semua yang sedang bertarung berhenti. Karena hawa dingin yang amat sangat, semuanya menggigil kedinginan.

Hawa dingin yang muncul dari tapak es ki gardapati, melebihi hawa dingin saat bertarung dengan adinata di tebing breksi. Hawa dingin saat ini sangat menyiksa. Tidak berapa lama semua orang ditempat itu mulai merasakan kedashyatan dari jurus tapak es. Semuanya menggigil kedinginan, bahkan ada yang mulai mengeluarkan darah dari telinga dan hidungnya.

Adinatapun tidak luput dari hawa dingin yang muncul dari jurus tapak es. Badannyapun mulai membiru. Sebelum badanya benar-benar membeku karena hawa dingin yang amat sangat, iapun bersiap-siap mengeluarkan ilmu pamungkasnya, jurus getar bumi.

Adinatapun memasang kuda-kuda. Ia memusatkan pikiran dan tenaganya untuk mengeluarkan jurus getar bumi. Tidak berapa lama kemudian tanah tempat terjadinya pertarungan bergetar hebat, seolah-olah sedang ada gempa yang sangat dashyat. Pohon-pohon bergoyang, burung-burung beterbangan. Genteng rumah banyak yang melorot. 

Tak disangka, jurus getar bumi yang sedang dipersiapkan adinata menimbulkan efek yang menguntungkan baginya. Hawa dingin yang menyelimuti padepokan lereng merapi perlahan-lahan memudar dan menghilang.

"Bersiaplah ke neraka, anak muda" teriak ki gardapati dengan penuh kemarahan sambil meloncat menyerang dengan mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Adinata yang diserang juga sudah bersiap-siap. Ia langsung membenturkan jurus getar bumi miliknya. Dua telapak tangan yang telah dilambari dengan puncak ilmu masing-masing beradu diudara dan akibatnya sangat mengerikan. Ki Gardapati langsung terlempar kebelakang, jatuh berguling-guling. Kemudian terkapar di tanah. Adinata lain lagi. Ia hanya mundur surut dua tiga langkah kebelakang namun tidak ada sesuatu yang terjadi dengannya. Badanya masih segar bugar.

Tiba-tiba ada sesosok bayangan kurus kering bertopeng yang seolah-olah terbang dan menyambar tubuh ki gardapati. Anak buah ki gardapatipun terheran-heran dan kebingungan kemudian perlahan-lahan pergi meninggalkan padepokan merapi.

"Hmm, Ki Jangkung guru Gardapati" Ki Satya bergumam sendiri. Ki Satya segera menghampiri Adinata. "Kamu tidak apa-apa nak, apakah ada yang sakit?" tanya Ki Satya khawatir dengan keselamatan muridnya. "Tidak apa-apa guru, saya baik-baik saja, cuma butuh istirahat saja" jawab Adinata. "Oh, syukurlah, mari kita masuk ke dalam padepokan, tadi Ni Satya sudah membuat nasi goreng dan wedang jahe anget kesukaanmu" ajak Ki Satya. "Mari semuanya masuk kedalam untuk makan siang bersama" ajak Ki Satya ke semua murid dipadepokan lereng merapi. "Adinata memang sangat hebat, ia mampu mengalahkan ki gardapati" terdengar bisik-bisik kekaguman dari murid-murid di padepokan lereng merapi. Ki Satya yang mendengar bisik-bisik tersebut menjadi semakin bangga dengan murid kesayangannya itu.

Setelah mengalami peristiwa yang menegangkan, ternyata seluruh warga padepokan lereng merapi menjadi sangat lapar. Mereka makan dan minum sepuasnya sambil bercerita dan bersendagurau. Ada yang makannya di dalam padepokan ada yang makan diluar sambil menghirup udara segar. "Nak, kamu tadi menggunakan jurus getar bumi, bolehkah aku tahu siapa yang mengajarimu?" tanya Ki Satya penasaran. "Sejujurnya saya belajar lewat gambar-gambar yang ada di dinding gua ditengah hutan guru, namun pada saat saya sudah menyelesaikan seluruh jurus yang ada saya baru tau bahwa yang menggambar hurus itu adalah eyang jagratara" jawab adinata. "Apakah kamu bertemu dengan beliau?" tanya Ki Satya lagi. "Iya guru, beliau masih hidup dan sehat segar bugar, bakan beliau yang menyuruh agar saya segera pulang biar guru tidak cemas" jawab Adinata. "Syukurlah kalau beliau masih hidup, semoga suatu saat ia berkenan mengunjungi padepokan" harap Ki Satya.

"Oh ya adinata, karena saya lihat, kamu telah menguasai jurus tapak geledek, bahkan sudah menguasai jurus getar bumi, kamu sekarang aku angkat sebagai pelatih utama menjadi guru bagi murid-murid padepokan yang lain. Aku  mungkin akan lebih banyak mengajar tentang ilmu kebijakan dan kepemimpinan" ujar ki Satya. "Baik guru, ananda bersedia melaksanakan semua nasihat dan perintah guru" jawab Adinata. "Bagus sekali adinata, kamu memang sangat layak menjadi sang penerus padepokan lereng merapi" kata Ki Satya dengan bangganya.

Bersambung

Posting Komentar

0 Komentar