Ticker

6/recent/ticker-posts

Pertarungan Harimau Muda Merapi (Bagian 7)

 


Semakin lama pertarungan menggunakan senjata tajam, mulai kelihatan bahwa Abiyasa dan Indraswari mulai unggul dibandingkan dengan lawan-lawannya. Semakin pertarungan dilanjutkan, mulai nampaklah bahwa Pancaka dan Hapsari terdesak. Hal ini menjadikan Pancaka dan Hapsari mulai tersulut amarahnya. Merasa bahwa kalau pertarungan dilanjutkan hanya akan menemui kekalahan, cara yang licikpun digunakan Pancaka dan Hapsari. Kompak keduanya mengambil serbuk putih dari kantong bajunya dan dilemparkan kearah Abiyasa dan Indraswari. Akibatnya sungguh mengejutkan, tenaga Abiyasa dan Indraswari seolah-olah menjadi hilang dan matanyapun berkunang-kunang. Keduanyapun segera meloncat mundur untuk menjauh dari arena pertarungan. Seolah-olah memanfaatkan keadaan, Pancaka dan Hapsari tidak mengendurkan serangan, bahkan bersiap untuk melakukan serangan yang mematikan. 

Namun kecurangan Pancaka dan Hapsari sudah disadari oleh hampir semua penonton yang ada disitu. Semua tokoh perguruan silat baik dari kubu Harimau Merapi dan kubu Harimau Kerinci mengetahuinya. Mengetahui Abiyasa dan Indraswari terduduk lemas kehabisan tenaga, Pancaka dan Hapsari melakukan serangan mematikan. "Berhenti" teriak Senopati Puspanidra. Namun terlambat, pedang rajawali telah meluncur deras menyerang Abiyasa dan Indraswari dengan kekuatan penuh. Jika sampai mengenai tubuh lawan, serangan ini akan berakibat sangat fatal, bahkan bisa menimbulkan korban jiwa. Abiyasa dan Indraswaripun menyadari serangan ini namun tidak bisa berbuat apa-apa. Serbuk beracun yang terhirup menyebabkan tenaga mereka habis dan matapun berkunang-kunang. Keduanya memejamkan mata sudah pasrah dengan apapun yang terjadi.

Namun disaat yang genting itu, tiba-tiba pedang rajawali milik Pancaka dan Hapsari terlepas dari genggaman tangan. Rupanya ada yang melemparkan biji salak hingga mengenai pergelangan tangan kedua pendekar dari lereng gunung wilis. Hanya orang yang berilmu sangat tinggi bisa mengubah biji salak menjadi senjata yang untuk menyerang lawan. "Kurang ajar siapa yang telah berbuat curang" teriak Pancaka dengan penuh kemarahan. Ia sudah melupakan sopan santun terhadap semua tamu yang ada di bukit Klangon. "Aku yang telah menghentikan seranganmu" teriak Adinata sambil melompat masuk ke arena pertandingan. "Kenapa tuan menyerang saya, bukanlah itu hal yang curang?" kata Pancaka sambil sedikit menurunkan suaranya. "Kamu sendiri yang memulai kecurangan, kamu telah menggunakan serbuk beracun untuk membuat lawanmu lemas" kata Adinata.

"Nimas Ambarwati bantu aku membersihkan racun yang ada di tubuh Dik Indraswari" kata Adinata meminta tolong. "Baik kakang" jawab Ambarwati seraya meloncat dengan cepat mendekati Indraswari. Adinatapun segera mendekati tubuh Abiyasa yang terkulai lemah. "Jurus Pembalik Raga Penghancur Bala" teriak Adinata seraya membalik tubuh Abiyasa dan menotok titik-titik tertentu yang terhubung dengan syaraf dan aliran darah. Begitupun juga dengan Ambarwati melakukan hal sama pada tubuh Indraswari. Tidak berapa lama kemudian Abiyasa dan Indraswari memuntahkan darah yang hitam kental dari mulutnya. "Nimas Ambarwati, tolong bawa Dik Indraswari untuk dirawat di pondok", Adi Abiyasa biar aku yang bawa" berkata Adinata. "Baik kakang" jawab Ambarwati. "Tunggu sebentar kakang Adinata, ijinkan saya menyelesaikan pertandingan ini, biarlah Nimas Indraswari yang dirawat, saya tidak tega melihatnya" berkata Abiyasa. "Apakah kamu sanggup melanjutkan pertandingan Adi Abiyasa" jawab Adinata seraya memperhatikan kondisi Abiyasa. "Saya yakin sanggup kakang, doakan saja saya berhasil mengalahkan mereka, saya tidak terima dicurangi dan ingin sekali mengalahkan mereka" jawab Abiyasa meyakinkan. 

Bersambung

Posting Komentar

0 Komentar