Tiba-tiba Senopati Puspanidra berteriak. "Berhenti, pertandingan dianggap cukup" kata-kata Senopati Puspanidra penuh wibawa sehingga membuat kedua kubu yang sedang bertarung menghentikan pertandingan. Rupanya Senopati Puspanidra tidak ingin para peserta pertandingan menjadi terluka parah. Meskipun agak kecewa baik Bhadrika maupun Ghazaar bisa menerima keputusan dari Senopati Puspanidra selaku ketua pengarah kegiatan pertandingan. Merekapun segera menuju ke tenda masing-masing untuk diobati. "Pertandingan selanjutnya dalah pertandingan silat berpasangan, silahkan masing-masing kubu mengajukan jagonya" perintah senopati Puspanidra dengan tegas. Pancaka dan adik seperguruannya yang bernama Hapsari yang berjuluk pendekar muda dari lereng gunung Wilis meloncat memasuki arena pertandingan. Tidak mau kalah Abiyasa dan Indraswari juga melompat ketengah arena pertandingan. Penontonpun bersorak-sorai memberi semangat pada jagoannya masing-masing.
"Bersiap-siaplah Kisanak menghadapi kami berdua, kalau takut mundurlah, kami tidak ingin melukai pendekar yang tidak siap bertarung" ujar Pancaka dengan penuh percaya diri. Abiyasa dan Indraswari menghela napas. "Hmm, percaya diri sekali para pendekar muda dari gunung wilis ini, aku harus berhati-hati" kata batin Indraswari. "Terimakasih Kisanak atas nasihatnya, tapi tenanglah, kami berdua sudah berlatih dengan keras. Semoga kami tidak mengecewakan kalian berdua" jawab Abiyasa dengan tenang. "Baiklah kalau begitu, kami tidak segan-segan lagi untuk menyerang kalian, bersiaplah" kata Pancaka sambil memberi isyarat kepada adik seperguruannya Hapsari untuk bersiap-siap.
Tidak berapa lama kemudian masing-masing petarung sudah mempersiapkan diri. Pancaka langsung meloncat menyerang Abiyasa, begitu pula Hapsari langsung meloncat menyerang Indraswari. Pancaka menyerang Abiyasa dengan begitu bernapsu. Pancaka berusaha memukul, menendang ataupun menjegal kaki Abiyasa. Serangannya datang silih berganti. Namun Abiyasa dengan tenangnya menghindari setiap serangan dari Pancaka. Bahkan, dengan lincahnya, Abiyasa, beberapa kali berbalik menyerang Pancaka. Pancakapun semakin gusar karena setiap serangannya tidak menemui sasaran. Iapun memberi isyarat kepada Hapsari. Serempak keduanyapun meloncat kebelakang. Mengetahui hal ini, Abiyasa dan Indraswaripun turut meloncat kebelakang. Mereka berdua menunggu apa yang akan dilakukan oleh pendekar muda dari gunung wilis itu.
"Aku akui Kisanak, kalian berdua sungguh hebat bisa menandingi kami. Sekarang bersiaplah untuk adu senjata dengan kami" kata Pancaka. Iapun segera mengeluarkan pedang bermotif rajawali dari sarungnya diikuti Hapsari yang juga mengeluarkan pedang bermotif rajawali dari saringnya. Adinatapun terkejut. "Hemm, jurus pedang rajawali yang sudah lama menghilang dari dunia persilatan" batinnya. "Baiklah tuan, kami akan melayani jurus pedang kalian" jawab Abiyasa dengan tenang. Abiyasapun segera mengeluarkan tombak pendek senjata andalan perguruan tebing breksi yang terbuat dari kayu sonokeling yang ujungnya terdapat mata pisau yang sangat tajam. Indraswaripun mengeluarkan sepasang pedang tipis ciri khas perguruan harimau merapi. "Berhati-hatilah Abiyasa, Indraswari, jurus pedang rajawali tidak bisa dianggap remeh" teriak Adinata mengingatkan. "Baiik kakang" jawab Abiyasa dan Indraswari serempak. Mereka berduapun terkejut dan menjadi salah tingkah. Indraswaripun jadi tertunduk tersipu malu. Para tetua perguruan harimau merapipun cuma tersenyum menyaksikan tingkah polah kedua anak muda itu.
Bersambung
0 Komentar