Ticker

6/recent/ticker-posts

Prahara di Tebing Breksi (Bagian 8)

Setelah hawa dingin dari ilmu tapak es penghancur raga dapat diatasi, kini Adinata tinggal melawan tapak es penghancur raga yang sudah kehilangan tajinya yaitu hawa dingin yang serasa menusuk tulang belulang. Meskipun begitu tapak es penghancur raga tetaplah berbahaya dan sama sekali tidak bisa diremehkan. Karena dengan dilambari tenaga dalam yang sangat tinggi, maka ilmu tapak es tetaplah mematikan. 

Dalam kemarahannya yang amat sangat, Ki Gardapati langsung menyerang Adinata dengan ilmu andalannya itu. Namun Adinata dapat menghindarinya dengan lincah. Ia sama sekali tidak gentar menghadapi lawannya tokoh persilatan dari dunia hitam. Ki Gardapati dalam kemarahannya yang meluap-luap, menyerang Adinata dengan ganasnya menggunakan ilmu andalannya Tapak Es Penghancur Raga. Adinata yang sedari tadi menghindar, perlahan-lahan mulai terdesak dan lama-lama menjadi terdesak hebat. Adinatapun tidak mau mati konyol. Iapun melompat jauh ke belakang untuk mengeluarkan ilmu pamungkasnya Tapak Geledek. Menyadari Adinata menyiapkan ilmu pamungkasnya, Ki Gardapatipun mempersiapkan diri. Ia meloncat mundur dan mempersiapkan ilmu Tapak Es Penghancur Raga pada tingkatan tertinggi dan bersiap membenturkanya dengan ilmu tapak geledek kebanggaan padepokan lereng merapi. "Rupanya kamu akan menggunakan ilmu pamungkasmu tapak geledek anak muda, bersiaplah untuk berbenturan dengan ilmu pamungkasku tapak es penghancur raga" kata Ki Gardapati. "Bersiap-siaplah Ki Gardapati, jangan salahkan aku jika kamu menjadi terluka karenanya" jawab Adinata. "Jangan banyak sesumbar anak muda, bersiaplah". Para penontonpun bergidik ngeri melihat pertarungan hebat yang terjadi diantara keduanya. Terlebih Ki Satya dan saudara perguruan Adinata yang lain yang menjadi sangat kagum bercampur khawatir terhadap Adinata.

Tidak berapa lama kemudian keduanya meloncat ke depan dengan kecepatan tinggi sambil mengangkat tangan kanan masing-masing yang sudah dilambari dengan ilmu pamungkas tapak es melawan tapak geledek. Keduanya membenturkan telapak tangan kanannya sambil meloncat diudara. Ada asap yang mengepul keudara ketika benturan terjadi. Dan hasilnya sungguh mengejutkan. Ki Gardapati langsung terlempar ke belakang dan pingsan. Sedangkan Adinata masih bisa berdiri meskipun terhuyung-huyung dan mau jatuh. Ki Satya segera menangkap Adinata tubuh supaya tidak terjatuh. "Kamu tidak apa-apa Ngger?" tanya Ki Satya kepada murid kesayangannya itu. "Badanku terasa lemas sekali guru dan tulang ku serasa sakit semua" jawab Adinata. "Tidak apa-apa Ngger, beristirahatlah, nanti kita obati lukamu dan bisa sembuh seperti sediakala" jawab ki Satya menghibur muridnya.

Ki Saraga melihat kawannya pingsan kemudian membopongnya pergi. "Tunggu pembalasanku" teriak Ki Saraga dengan marah. Ki Satya, Ki Adanu dan beserta murid-murid dari dua perguruan tidak menghiraukan teriakan Ki Satya dan segera menuju ke pendopo padepokan untuk beristirahat dan makan minum sekedarnya.

Ki Satya dan saudara seperguruannya yang lain, serta Ki Adanu dengan murid-muridnya mendekati Adinata yang sedang beristirahat. "Ini minumlah obatnya Ngger biar cepat sembuh" kata Ki Satya dengan lembut. "Terimakasih guru" jawab Adinata dengan suara pelan karena badannya masih lemah. "Kamu hebat Adinata, kamu bisa melawan Ki Gardapati, padahal ilmunya jauh lebih tinggi dari kami berdua" puji Ki Satya. "Terimakasih Guru, itu semua berkat bimbingan dan doa dari guru berdua" jawab Adinata masih merendah. Ambarwati murid Ki Adanu terkagum-kagum dengan Adinata. Adinatapun menyadarinya. Ki Satya dan Ki Adanu yang memperhatikan mereka berdua tersenyum-senyum. "Ambarwati, cobalah kau suapi Adinata, badannya masih lemah, tidak bisa menyendok nasi sendiri" perintah Ki Adanu. "Ah, guru" Ambarwati tertunduk malu dan pipinya memerah. Adinatapun juga tertunduk malu. "Ah, jangan begitu guru, masak aku tidak kuat menyendok nasi" jawab Adinata dengan lugunya. Dan seisi pendopo tertawa melihat tingkah laku mereka berdua.

Bersambung

Posting Komentar

0 Komentar