Adinata beserta rombongan segera bergegas menuju lereng merapi. Mereka menyewa gerobak yang di tarik dengan dua ekor sapi. Pemandangan menuju ke gunung merapi sebenarnya tampak indah. Namun karena adinata sedang khawatir, ia tidak bisa menikmati perjalanannya. Lain halnya dengan maheswari yang baru pertama kali bepergian. Ia tidak henti-hentinya berdecak kagum menikmati keindahan alam. "Lihat kakang, lihat mbakyu, pemandangannya indah sekali" kata maheswari dengan ceria. Ambarwati tersenyum melihat keceriaan maheswari. Entah kenapa, meskipun belum kenal begitu lama, tapi ia sudah menganggap maheswari seperti adik kandungnya sendiri. Paman gembul dan nyi lastri ikut tersenyum melihat tingkah maheswari.
Siang harinya, adinata dan kawan-kawan sudah menempuh setengah perjalanan. Mereka beristirahat di bawah pohon beringin yang rindang sambil menikmati bekal yang dibawakan oleh mbok mirah dan pak kerto. Kebetulan disitu ada penjual dawet. Adinata dan kawan-kawannya menikmati bekal sambil minum dawet. Bahkan karena saking enaknya, paman gembul nambah nasi dan lauk. "Kakang, jangan begitu dong, malu sama den nata" kata nyi lastri mengingatkan suaminya. "Tidak apa-apa nyi, saya malah senang kok melihat paman gembul makan dengan lahap" kata adinata. "Terimakasih den nata, aden memang sahabat yang paling pengertian" kata paman gembul.
Setelah selesai menikmati bekal Adinata dan rombongan melanjutkan perjalanan. Sore harinya sampailah mereka di padukuhan sambi, tempat orangtua adinata tinggal. Tempat tinggal adinata dekat dengan ledok sambi. Ledok sambi tempatnya sangat indah. Ada aliran sungai kecil yang menambah keindahannya. Karena tempatnya yang sangat indah, banyak para pelancong yang berdatangan ke ledok sambi, bahkan ada beberapa yang mendirikan tenda untuk berkemah.
Bersambung
0 Komentar